Seberapa Pentingkah IPK dimata Mahasiswa?
Seorang teman saya
menunjukkan secarik kertas berwarna merah yang sudah diremas-remasnya kepada
saya dengan wajah kecewa. Kertas itu berisi nilai2 yang dia peroleh selama
belajar di semester awal dikampus ini. Di pojok kertas itu tertera angka yang
ditebalkan, menunjukkan IP (Indeks Prestasi) teman saya ini. Lantas, kenapa dia
berwajah kecewa?
Dugaan saya benar. IP
nya ‘pas-pasan’. Parahnya lagi, dia salah satu penerima beasiswa dikampus.
Cukup mengherankan juga, orang sepintar dia bisa mendapat IP seperti ini.
Padahal belajarnya sudah maksimal, apalagi dia tidak begitu aktif di
organisasi.
Berbicara soal IPK,
berarti berbicara soal prestasi akademik seorang mahasiswa. Kebanyakan orang
akan menilai pintar atau tidaknya seorang mahasiswa adalah dari perolehan IPK
nya. Namun, hanya dengan IPK sajakah kita dinilai? Hanya sebuah angka?
Saya cukup prihatin
melihat teman saya yang frustasi melihat IP nya yang rendah. Seolah-olah dunia
akan kiamat. Padahal itu hanya sementara. Kita masih punya kesempatan untuk
memperbaikinya. Yang penting kita sudah berusaha semaksimal mungkin. Saya tahu, kamu pasti benci sama dosen yang
memberimu nilai ‘E’ itu. Tapi buat apa menyimpan dendam, hanya akan merugikan
diri kita sendiri. Lebih baik kita menginstropeksi diri, kenapa saya bisa diberi
nilai seperti itu dari dosen itu. Jadi, jangan dendam lagi ya, bro? :D (pesan ini khusus buat temen saya yang pesimis dengan nilai Ilmu Budaya Dasar nya :p )
Saya sangat setuju
dengan statement ketua BEM dikampus yang katanya: IPK bukanlah jaminan seseorang
untuk meraih kesuksesan. Dia sendiri merasakan IPK hanyalah ‘piala kosong’
semata. Penghargaan yang tak bernilai. Menurut dia, dunia kerja global saat ini
membutuhkan orang-orang yang bukan hanya ber-IPK tinggi, tapi mereka yang
mempunyai soft-skill lebih lah yang dibutuhkan. Soft-skill itu sendiri didapat
dari kegiatan-kegiatan sosial, seperti berogranisasi, menjadi volunteer dan
sebagainya. Benarkah seperti itu?
Kalaupun memang benar,
kita tidak boleh begitu saja memandang sepele IPK kita sehingga kita hanya fokus
memberikan waktu, uang dan energi kita di Organisasi sehingga kuliah di abaikan.
Hei! Kalau bisa seimbang kenapa tidak? Luar biasa dikampus, sukses juga
diorganisasi. Iya apa iya? :p
Penting atau tidaknya
IPK ini kembali lagi ke pilihan kita masing-masing. Saya ingin mengutip
statement dari seorang lulusan Teknik Informatika ITB dengan IPK 4.0 yang
mengikuti student exchange ke Daejon University : “Kalau IPK dipandang sebagai hal sepele, masa dengan
hal sepele saja kita gagal? Mana mungkin kita layak mendapatkan amanah yang
lebih besar jika dengan hal sepele saja sudah gagal?”
Statement diatas saya
kutip dari salah satu buku kang furqon. Statement yang merubah pandangan saya
tentang IPK. Walaupun saya sadar IPK saya bukan 4, saya tidak akan (lagi)
menyepelekan soal IPK.
Semoga tulisan ini
bisa menyadarkan teman-teman –terutama kamu bro :D –yang tidak menganggap
penting alias menyepelekan IPK nya.
:)
jika hal sepele saja sudah gagal bagaimana dgn amanah yg lebih besar..
BalasHapusluar biasaaa.. ;)
Nice post ganteng ! ;)
BalasHapus@thya : Iyaaa nice quote ya mba :)
BalasHapus@anonim : nuhun mang :)