Belajar dari Gua Pawon
Belum lama ini saya dan teman-teman dari IYCCA (Indonesian Youth Cultural and Creative Alliance) berkesempatan mengunjungi sebuah
situs arkeologis di daerah Padalarang, bukan untuk eskavasi dan mencari
benda-benda purbakala, melainkan hanya sekedar jalan-jalan, gain an experience dan memenuhi rasa
ingin tahu tentang tempat dimana ditemukan kerangka manusia purba yang konon katanya adalah nenek moyang orang
sunda. Gua Pawon namanya. Bukan Rawon ya.
Dari nangor, perjalanan kesana bisa sampai 2 jam atau lebih, cukup
melelahkan ditambah harus berdempetan didalam mobil. Selama perjalanan, boleh banget
nyuri waktu buat tidur, apalagi dijalan tol yang pemandangannya yang terkadang
monoton alias itu-tu saja.
Hari itu kami ditemani pak Lutfi, arkeolog dari Balai Arkelogi Bandung. Beruntung
rasanya bisa jalan-jalan di gua yang gelap dan sepi ini dipandu langsung sama archeolog expert seperti pak Lutfi. Sebaiknya kalau mau kesini, cari warga sekitar
yang bisa dijadikan guide, selain
karena memang gua nya cukup gelap dan terkesan seram, juga untuk menghindari
dari resiko tersesat.
Sebelum masuk ke dalam, terlebih dahulu pak Lutfi yang saat itu ditemani
rekannya, pak Zulkifli, memberikan materi awal tentang asal mula gua pawon. Tentang
manusia, hewan, dan tumbuhan yang diperkirakan hidup disini sejak 9500
tahun silam. Bagaimana pengalaman ia dan
timnya sewaktu melakukan penelitian disini. Bagaimana filosofi kerangka manusia
pawon yang ditemukan dalam posisi melengkung, persis posisi bayi saat di rahim
ibu. Teman-teman lain pun menyimak dengan antusias dan memberikan pertanyaan mengenai
sejarah gua ini, walau ada juga yang bertanya dan menawarkan diri untuk ikut dalam
proyek/tender eskavasi yang bisa dijadikan lahan bisnis. Hadeh -_-
Cukup sedih juga ketika
mendengar kalau tempat-tempat seperti ini masih jauh dari perhatian pemerintah
daerah. Ditambah lagi perilaku masyarakat sekitar yang tidak aware akan potensi dari situs arkeologis
seperti disini. Setelah mendengarkan sharing dari pak lutfi, perjalanan yang
ditunggu-tunggu pun dimulai. Belum lama berjalan kami langsung disambut oleh
segerombolan monyet hutan, yang kata Pak Lutfi mereka adalah monyet spesies
terakhir yang tidak punah oleh manusia pawon yang senang berburu pada masa
silam. Wuuuh..
Masuk ke dalam gua, bau kotoran kelelawar akan sedikit menganggu perjalanan. Sama
seperti gua2
lainnya, di dinding2 dan atap gua banyak stalaktit yang mengeluarkan cairan. Setelah
melewati lorong yang gelap nan seram, kami bertemu sebuah tempat
yang dipagari,sepertinya sedang dilindungi, didalamnya ada rangka manusia yang tadi baru saja diceritain sama pak arkeolog. Rangka
yang dipamerkan digua ini bukan rangka aslinya, hanya duplikasi untuk
kepentingan wisata. Tidak jauh dari tempat rangka tadi, ada jendela gua yang
cukup besar, dimana view dari sini sangat keren. Katanya, manusia pawon dulunya
mendesain gua ini seperti rumah, ada jendela nya pula. Nah view dari jendela
gua ini yang keren: hamparan sawah yang hijau, pepohonan rindang and rumah-rumah
warga terlihat jelas sekali. berasa seperti manusia pawon aslinya. Hehe
Manusia Pawon modern |
Satu tempat yang ga kalah keren juga ada disekitar sini. Stone Garden
namanya. Dari namanya udah ketauan kalau ini tempat ini adalah taman dimana banyak
bebatuan. Ternyata stone garden lebih dari itu! Disini bukan cuma batuan-batuan
bersejarahnya saja yang menarik, tapi juga pemandangan sekitarnya. Rawa-rawa
yang tumbuh tinggi, dengan batu2 yang berdiri tak beraturan, kereta api yang
sedang melintas dikejauhan layaknya kaki seribu, menjadi paket lengkap suguhan stone
garden yang sayang untuk dilewatkan. Indaaah!
-_- |
Rasanya ingin terus disini, menikmati sore yang hangat bersama elang
yang terbang kesana kemari seolah mengajak bermain. Kawasan Gua Pawon tidak hanya menawakan
sejarah yang misterius, tetapi juga menyimpan keindahan alam yang layak dinikmati
dan dikenang.
IYCCA Goes to Pawon Cave |
nice!!!!
BalasHapus