At the First Class of PPW Subject
Seperti di semester-semester
lainnya, akan ada ada salah satu Mata kuliah yang menarik perhatian lebih, mind blowing dan selalu buat penasaran.
Di semester ini, Perencanaan Pembangunan Wilayah (PPW) berhasil menjadi ‘MK
terseksi’ itu. Kesan pertama which is very ‘insightful’
yang dibuat pak Ery di awal kelas mengajak kami untuk melihat masalah
pembangunan di Indonesia dari berbagai perspektif. Bahwa pembangunan berkaitan
erat dengan disiplin ilmu lainnya: Ekologi, Sosial Ekonomi, juga Perilaku
(Psikologi) orang-orang yang hidup didalam suatu wilayah.
This issue
becoming one of my concern. Pembangunan berkelanjutan dari dulu memang banyak
diperbincangkan. Disparitas pembangunan antar daerah yang kian melebar, menyebabkan perbedaan SDM, sarana dan
prasarana, akses perbankan, menjadi hal yang biasa. Saya hanya bisa
mengangguk-angguk setuju ketika pak Ery dengan gaya ‘bapak’ nya yang khas
menjelaskan tentang kegagalan perencanaan pembangunan di Jatinangor, kawasan
pendidikan tinggi dimana kami sedang berada sekarang. Ia kemudian membandingkan
dengan gaya pembangunan di salah satu bagian Negara di Rusia, yang baru saja
dikunjunginya. Bangunan-bangunan yang tertata rapi, sistem transportasi yang
baik, dan rocket science lainnya.
Persepsi yang
sudah terbentuk dari cerita senior yang pernah mengambil mata kuliah ini seolah
terpatahkan di kelas pertama itu. PPW yang rumit, tugas yang gak santai dan ketakutan-ketakutan
lainnya yang mereka katakan sepertinya tidak terjadi disini, bahkan sebaliknya.
Atau mungkin memang masih awal dan situasi seperti akan datang pada waktunya.
But overall, this subject berhasil membuat saya antusias di awal! :)
Saya pribadi
sangat memahami apa yang pak Ery sampaikan sore itu. Hampir 2 tahun ini saya melihat
dan merasakan sendiri ketimpangan pembangunan itu. Tidak jauh dari kontrakan,
banyak pemukiman warga kurang mampu berdiri di tengah megahnya
apartemen-apartemen baru yang bermunculan. Setiap pagi saya bebas memilih jalan
mana yang akan saya lewati untuk sampai di kampus. Ada dua pilihan : Melewati
jalan biasa yang banyak dilewati mahasiswa lain, ataukah mengambil jalan
pintas, melewati sawah dan deretan rumah2 petak ‘kumuh’ dimana warga miskin
tinggal. Ketimpangan yang kentara sekali.
Hampir
setiap wilayah di Indonesia mempunyai masalah dengan pembangunan. Masalahnya
pun bermacam-macam. Misalnya di Jatinangor sendiri, menurut pak Ery, gaya
pembangunannya bagaikan buah nangka yang dipotong-potong, hasilnya buruk dan
‘cepat busuk’. Impoten Planning, katanya. Setiap pembangunan harus direncanakan
dengan matang dengan memperhatikan dampak yang akan terjadi setelahnya. Bukan
hanya mempertimbangkan kepentingan sekelompok orang.
Thanks for
the first class which is made us more curious about economic development
planning, Mr Ery! J
Komentar
Posting Komentar