'Kegaduhan' Yang Menyebar
Di suatu sore
yang indah, sebuah bis berukuran besar berjalan perlahan ditengah kota. Kursi
penumpang hampir terisi penuh. Kebanyakan dari penumpang adalah para pekerja
yang akan pulang menuju rumah masing-masing. Tidak ada suara yang terdengar
sama sekali didalam bis, hening. Suara lalu lalang kendaraan lain dari diluar
jendela terdengar samar. Sampai kemudian seorang bapak paruh baya dengan
sedikit berbisik mencoba memulai obrolan dengan seorang ibu yang duduk
di sampingnya yang kemudian memecah keheningan. Tidak lama kemudian obrolan keduanya
semakin terdengar jelas. Penumpang lain yang semula diam kini ikut berbicara
dan akhirnya suara obrolan didalam bis semakin banyak, dan cenderung gaduh. Mereka
harus mengeraskan suaranya karena bila pelan tidak akan terdengar. ‘Berisik’
yang hanya dimulai satu orang kini menyebar. Terdengar klise?
Banyak
contoh lain yang bisa menggambarkan bagaimana sebuah ‘kegaduhan’ sebenarnya dimulai
dari satu orang yang kemudian secara kolektif diikuti orang lain di sekitarnya. Kejadian
di bis seperti cerita diatas dapat dengan mudah kita temukan di tempat-tempat
lain, seperti ruang kelas perkuliahan misalnya. Dimulai dari satu dua mahasiswa
yang berbisik-bisik, semakin lama ruang kelas semakin ribut dengan suara-suara baru bermunculan dan bahkan terdengar sampai ke kelas lain, hingga kemudian kembali kondusif ketika dosen meminta perhatian. Cobalah sekali-kali membuang sampah di pekarangan kampus atau kantor dan minta ke Cleaning Service untuk tidak membersihkan nya, dan lihatlah beberapa hari kedepan sampah anda yang awalnya sendiri akan memiliki banyak teman lain nya. Manusia adalah makhluk berperasaan yang
perilakunya terkadang bisa dengan mudah diprediksi. Meski perilaku tersebut
dinilai irasional oleh sebagian orang.
Perilaku
manusia yang irasional dapat diprediksi dengan mudah, muncul dengan pola yang
sama, berulang ulang kali. Seorang Profesor Psikolog dari Duke University, Dan Ariely, Ph.D menyebut fenomena ini
dengan istilah “Predictably Irrational”
dalam bukunya yang berjudul Predictably Irrational-The Hidden Forces That Shape
Our Decision yang cukup terkenal itu. Contohnya, kebanyakan orang ketika akan
memesan sebuah makanan di café akan cenderung memilih makanan yang dipilih
orang lain, walaupun akhirnya berujung penyesalan. Jika dihubungkan dengan
beberapa konteks kekinian, misalnya kasus booming
nya batu akik di Indonesia belum lama ini adalah salah satu bukti bahwa manusia
cenderung mengikuti suatu hal yang sedang naik daun, tanpa mengetahui dasar
atau manfaat dari hal yang ia ikuti tersebut. Masih banyak contoh lain yang
dapat menggambarkan perilaku ‘ikut-ikutan’ ini.
Apa yang
menjadi keputusan seseorang biasanya paling besar dipengaruhi oleh emosi nya.
Emosi yang membuat kita membeli sesuatu yang sebenarnya tidak kita rencanakan
sebelumnya. Perilaku impulsif yang sering terjadi sebenarnya dapat dikendalikan
dengan self control yang kuat, yang
kemudian menjadikan self control ini
sebagai salah satu tujuan meski pada akhirnya berujung kegagalan. Setidaknya
kita harus bisa menentukan pilihan kita sendiri, tidak mengikuti apa kata
kebanyakan orang, meski 'kata mereka' terdengar keren. Jika semua orang telah
menjadi ‘sama’ dengan secara kolektif ikut-ikutan trend, maka ‘negeri bebek’
adalah istilah tepat yang menggambarkan suatu negara dengan orang-orang yang
hidup didalamnya seperti bebek yang hanya bisa ikut-ikutan rombongan bebek
lainnya.
ikuti yang benarr..
BalasHapus