From Ciremai, West Java Highest Mountain
Kalau
dilihat-lihat, beberapa tulisan terakhir, saya baru sadar ternyata ceritanya
lebih banyak tentang perjalanan mendaki gunung. Entah mengapa meski kaki pegal,
beban berat dan perjalanan yang tidak mudah, selalu saja perjalanan hiking
mountain selalu bisa bikin kita merasa ingin kembali nanjak. Setiap
orang mungkin memiliki kesenangan tersendiri dengan kegiatan mendaki yang
terkadang sulit dijelaskan, namun bagi saya mendaki gunung bukan sekedar
perjalanan biasa, karena selain mendapatkan point of view baru
dari tempat-tempat tertinggi, saya juga menemukan banyak life
lessons yang mungkin tidak akan didapat dengan hanya berdiam diri di
zona aman.
Seperti
perjalanan saya kali ini di puncak tertinggi Jawa Barat, Taman Nasional Gunung
Ciremai yang sudah sangat dikenal itu. Ambisi untuk mencapai puncak tertinggi
Jawa Barat sudah lama dipendam, namun baru dapat terealisasikan saat-saat
sekarang. Meski misi sebelumnya –mencapai puncak gunung Slamet –gagal, tidak
menjadi alasan untuk berhenti mencicipi alam Indonesia yang tiada duanya. Dan
cerita perjalanan menuju Ciremai pun dimulai.
Day 1
(Jatinangor – Terminal Maja – Pos 5)
Pagi
itu matahari bersinar cerah, menambah suasana hangat Jatinangor yang sedang
ramai di hari libur panjang. Kami, empat pendaki amatir berdiri di trotoar
jalan, menunggu angkutan yang akan membawa kami menuju Cikijing, dan kemudian
nanti berganti angkutan menuju Terminal Maja, di Kab. Majalengka. Namun,
angkutan Elf ke Cikijing yang lewat selalu penuh dan berdesak-desakan. Karena
sudah agak siang, akhirnya dengan modal jempol, kami berhasil menumpang sebuah
truck pasir menuju daerah Buah Dua, Sumedang. Hujan, panas dan supir truck yang ngebut
semuanya dinikmati dengan ceria. Masuk di daerah Sumedang, dari atas truck
terlihat gunung Tampomas yang gagah berdiri di bagian tenggara. Semoga
suatu waktu dapat menyempatkan mendaki Tampomas. Sekitar 2 jam perjalanan, kami
tiba di buah dua, tak lupa kami berterimakasih kepada pengendara truck yang
sudah berbaik hati memberikan kami tumpangan.
Selanjutnya
kendaraan yang kami gunakan sedikit lebih nyaman dari sebelumnya. Setelah dua
kali berganti elf, kami tiba di terminal Maja sekitar jam 2 siang. Dari sini
kami mengisi perut dan memastikan semua perlengkapan telah lengkap, sebelum
menuju pos pertama jalur apuy. Oh ya, menurut informasi, ada 4 jalur menuju
Gunung Ciremai, salah satunya adalah Jalur Apuy (dimana menurut orang2, adalah
jalur yang cocok untuk pendaki pemula, meski kenyataanya tidak demikian -__-).
Karena alasan itulah, senior sekaligus partner pendakian kali ini memilih jalur
apuy, “karena kita adalah tim hooray”, begitu katanya.
Dari
terminal maja, kami menumpang mobil bak terbuka berwarna hitam, bersama
pendaki-pendaki lain yang kebanyakan berasal dari sekitar Bandung. Rintik hujan
yang turun siang itu tidak menjadi kendala bagi kami untuk menikmati
pemandangan sekitar menuju pos pertama. Hamparan sawah yang berpetak-petak
tampak indah dari sini. Sepanjang perjalanan banyak perkebunan warga juga
masjid yang terdapat hampir disetiap sudut. 45 menit berlalu, kami tiba di pos
pertama yang juga sebagai tempat pendaftaran. Disini sudah banyak pendaki lain
yang berkumpul, ada juga yang baru saja turun. Diantara pendaki2
itu ada rombongan dari komunitas Pendaki Gunung Indonesia (PGI) yang jumlahnya
60an orang. Terbayang ramainya bagaimana.
Mobil kolbak hitam yang membawa kami ke pos pertama |
Suasana di sekitar pos pertama - Jalur Apuy |
Sekitar
jam 4 lebih, pendakian dimulai setelah sebelumnya berdoa bersama. Kami berjalan
bersama rombongan PGI yang juga mulai mendaki. Oh ya, tidak sedikit pendaki
perempuan terlihat di jalur pendakian, yang kemudian memberikan supply energi
lebih untuk terus berjalan. Haha. Terdengar suara-suara teriakan yang
memberi semangat kepada teman2 dalam rombongannya yang terkadang membuat saya
juga ikut bersemangat. Tidak jarang pula kami berpapasan dengan pendaki lain
yang hendak turun. Tidak menyangka ternyata akan seramai ini.
Hari sudah
gelap, perlahan sayup-sayup suara adzan terdengar dari desa dibawah. Dengan
penerangan seadanya dari handphone, setapak demi setapak dapat dilalui.
Untungnya banyak dari rombongan yang membawa senter sehingga jalan dapat
terlihat jelas. Jarak antara pos satu ke pos lain tidak terlalu sulit, hanya
ketika pos dua menuju pos tiga yang sedikit lebih lama. Beberapa kali break
dijalan, memperbaiki napas dan membasahi tenggorokan. Sekitar jam 10 malam,
kami beristirahat diantara pos 4 dan 5 untuk menyantap makanan yang kami
bungkus sewaktu masih di terminal maja siang tadi. Kami berencana akan memasang
tenda di pos 5, sebelum goa walet. Namun apa daya, setibanya di pos 5, banyak
tenda pendaki lain yang sudah lebih dulu terpasang sehingga tidak ada space
untuk kami yang baru saja tiba.
Kedap
kedip lampu-lampu rumah dan kendaraan dibawah sana sedikit mengobati kekecewaan
karena malam ini tidak ada tempat untuk ngecamp. Disitu kadang kami merasa
sedih. Terlalu ramai ternyata tidak terlalu baik juga. Akhirnya, dibawah cahaya
bulan dimana malam itu cukup terang, kami beristirahat dengan beralaskan tanah,
beratapkan flysheet. Udara dingin yang menusuk sampai ke tulang
berhasil membuat gagal untuk tidur. Padahal badan ini sudah sangat lelah karena
hampir 7 jam berjalan, Akhirnya malam itu, antara perasaan kantuk dan dingin
yang ekstrem, kami menyalakan api kecil untuk sekedar menghangatkan badan.
Benar kata pepatah, “Lebih baik menyalakan Api daripada mengutuk udara dingin
dan rasa kantuk” (Halah -_-)
Day 2
(Persimpangan Apuy – Goa Walet – Puncak Ciremai)
Pukul
02.30 pagi, karena masih belum bisa terlelap, kami memutuskan untuk terus
mendaki daripada diam dan kedinginan. Pendakian dini hari itu berhenti saat
tiba di persimpangan antara Jalur Apuy dan Palutungan, jalur lain yang dimulai
dari kab. Kuningan. Tidak jauh dari persimpangan itu ada space kosong yang
lumayan untuk dijadikan tempat tidur sementara. Ada beberapa rombongan PGI yang
juga tiba bersama ditempat ini. Dengan beralaskan matras, tidak menunggu lama tubuh
yang terbungkus sleeping bag dapat sedkit beristirahat, meski
hanya 2-3 jam. Tidak baik memaksakan tubuh untuk terus mendaki. Rencananya
besok pagi, sebelum matahari terbit, summit akan kami lakukan karena dari sini
hanya kurang lebih satu jam perjalanan akan tiba di puncak. Yeah!
Meski
4 lapis jaket yang dipakai saat itu plus sleeping bag, ternyata
tidak cukup ampuh mengalahkan udara dingin dini hari Sekitar jam 6 pagi, cahaya
dari ufuk timur terlihat bergaris garis tertutup awan. Sepertinya sebentar lagi
sang matahari akan menampakkan diri. Subhanallah. Dari persimpangan ini,
viewnya sudah sangat indah karena sebagian besar wilayah Majalengka dan
Kuningan dapat terlihat. Dari sini, sudah terlihat puncak Ciremai yang
tampaknya memang sudah begitu dekat.
Summit
dimulai sekitar jam 07 pagi. Berbekal kamera dan beberapa botol air, kami
memulai lagi pendakian tanpa beban carrier seperti biasa. Carrier sengaja kami
tinggal di persimpangan tadi, selain untuk mengurangi beban, juga karena kami
akan melewati simpang apuy lagi ketika turun nanti. Kurang lebih satu jam,
dengan trek bebatuan yang cukup terjal, kami melewati goa wallet dimana banyak
pendaki yang memasang tenda disekitar goa. Pagi itu suasana di goa wallet cukup
ramai, dari sini puncak dapat dicapai dalam kurang lebih 30 menit. Semangat
mencapai puncak tertinggi di Jawa Barat terus bergelora, hingga akhirnya tidak
beberapa lama suara orang-orang diatas mulai terdengar. Ketika sampai di
puncak, saya cukup kaget dengan banyaknya manusia di hampir seluruh
bagian puncak. Dari 4 jalur berbeda akhirnya orang-orang ini berkumpul di
puncak Ciremai, dengan satu tujuan: menikmati keindahan alam dari atap Jawa
Barat.
Puncak
Ciremai menawarkan beberapa view berbeda. Mulai dari gunung Slamet di
bagian timur yang terlihat mempesona, semburat asap disekitar puncak nya
terlihat begitu keren dari atas sini. Kemudian kota Majalengka, Kuningan dan
sebagian Cirebon dapat terlihat begitu jelas. Laut Jawa nan biru menambah
keragaman pemandangan. Indah, indah sekali. Dan yang paling dominan adalah
kawah gunung ini yang eksotis, dengan bau belerang yang khas mengingatkan
perjalanan ke Papandayan beberapa waktu lalu. Sesekali kabut menutupi
pandangan, awan-awan yang biasanya terlihat tinggi berada sejajar bahkan berada
dibawah tempat kami berdiri. Another beautiful sky in here.
CFD Ciremai |
Karena
ramainya puncak, –yang sebenarnya lebih mirip Car Free Day minggu
pagi di Dago, –kami dengan mudah meminta bantuan orang untuk mengambil
foto kami berempat. Hampir semua orang disini terlihat antusias mengambil
gambar dengan spot yang berbeda-beda. Ada yang berfoto memegang kertas yang
bertuliskan harapan, atau untuk orang-orang specialnya, ada yang sambil
melompat, menggunakan tongsis, tripod dan sebagainya. Dan tidak terasa sudah 1
jam lebih kami menikmati puncak, matahari mulai meninggi, dan kami bersiap
untuk turun dengan membawa pengalaman dan rasa baru.
Jalur
Palutungan – Desa Cisantana, Kuningan
Setelah
sarapan, menyeruput segelas kopi panas dan beristirahat sejenak di simpang
Apuy-Palutungan, kami kemudian bersiap untuk turun dengan jalur berbeda. Kali
ini kami turun melewati Jalur Palutungan dimana nanti akan sampai di desa
Palutungan, Kuningan. Sekitar jam 10.30 kami mulai turun dan melewati jalur
yang cukup terjal dengan kemiringan hampir 90 derajat. Kebayang bagaimana yang
nanjak lewat jalur ini. Pos demi pos kami lewati, sering kami dapati pendaki
lain yang baru akan naik. Sepertinya setiap beberapa menit sekali pasti akan
berpapasan lagi dengan pendaki lain. Rame kali!
Ternyata
perjalanan turun cukup lama karena jalur ini lintasannya memang cukup jauh.
Sekitar jam5 sore kami tiba di desa Cisantana, dan beristirahat di salah satu rumah
warga. Segelas bajigur panas dan beberapa potong gorengan sangat membantu
menghangatkan badan di tengah hujan deras yang turun sejak siang tadi.
Perjalanan ditutup dengan menumpang mobil patroli pamong praja, dan
berkeliling di kota Kuningan pada malam hari. Gunung Ciremai tampak sangat tinggi dan gagah dari bawah sini, dan perasaan tidak percaya sempat terbesit, bahwa tidak disangka beberapa waktu yang lalu kami
berada di atas puncak sana.
#DiscoverIndonesia
Partner |
|
|
Komentar
Posting Komentar