Cerita Praktek Lapang (Part 2)
Ada beberapa
hal yang menjadi alasan mengapa saya ingin menulis ini disini. Pertama, waktu
terus berlalu, dengan menulis kita bisa melakukan ‘jeda’ sementara untuk
mengingat nya kelak di kemudian hari. Kedua, this is my personal blog, I don’t
care how damn you thought about my idea so let me think free without worry
about any judge perception from you, strangers. So this is my part 2 story
begin…
Praktek
Lapang tentu bukan sekedar bekerja layaknya karyawan dengan berbagai macam
tugas yang diberikan. Dengan waktu yang kurang dari sebulan sayang sekali jika
gagal memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Apalagi di desa dimana banyak
tempat dan hal baru yang bisa kita temukan, kesejukan dan rasa kekeluargaan
yang kental. Di Desa kami tinggal, desa Handapherang saat itu sedang di menghadapi musim kemarau
yang membuat banyak warga kesulitan air, termasuk kami. Kekeringan memang
sedang melanda sebagian wilayah di Indonesia. Rasanya begitu gembira ketika di suatu
pagi yang cerah mendengar suara air mengalir dari kran air dikamar mandi. Meski
kemudian air mengalir tidak lebih dari setengah jam dengan warna yang sedikit
menguning. Bahagia itu sesederhana bisa mandi dua kali sehari. Thats it.
Week 1 - Berangkat! |
Setiap
selasa sore, karyawan BMT juga punya kegiatan olahraga badminton rutin di lapangan
GOR Darussalam. Semua karyawan dari teteh-teteh teller, AO sampai pimpinan bermain bersama. Oh ya teller disini
kebetulan masih muda-muda karena sebagian ditarik langsung dari lulusan SMK
Miftahussalam. Jadi jangan bayangkan karyawan front office BMT adalah ibu-ibu
paruh baya. Termasuk AO dan Collector
disini masih sangat sangat muda. A Ihsan yang paling tua saja belum menikah, Isa
dua tahun lebih muda, dan Faiz baru lulus SMA. Mereka memang di rekrut selagi
muda, selain untuk pembelajaran sekaligus kaderisasi persiapan pengelola BMT
selanjutnya.
Look how young the teller is ;) |
Di sela Praktek Lapang
Di hari
sabtu-minggu, hari dimana BMT libur adalah momen yang tepat untuk pergi mengeksplor
ciamis dan tentunya: Pangandaran. Menjelajahi pantai-pantai yang bertebaran di
kabupaten Pangandaran, sekalian bersilaturahmi dan studi banding dengan
teman-teman lain yang juga sedang praktek lapang disana. Pantai Barat, Parigi, Citumang, Cijulang,
Green Canyon dan Batu Karas adalah tempat-tempat familiar bagi teman-teman PL.
Pantai Batu karas seperti menjadi tempat wajib dikunjungi selain dekat dari
kontrakan teman2 yang di Cijulang, juga tiket masuk nya gratis karena melewati
jalan ‘pintas’ yang biasa warga setempat. Disana ada sebuah jembatan yang cukup
horror untuk dilewati dengan kapasitas hanya 2 motor. Menegangkan seperti
wahana bermain yang mengadu adrenalin. Pantai batu karas memiliki ombak keren
yang didambakan para surfer. Di minggu kedua kunjungan kami kesana, untuk
pertama kalinya saya mencoba surfing dengan papan surfing besar. Ternyata
surfing tidak mudah seperti kelihatannya. Setiap kali ingin berdiri di
papan, 1-2 detik kemudian jatuh.
Mendayung ke tengah, menunggu ombak, terjatuh dan mengulang kembali. Saking
semangatnya, rasanya air laut yang beberapa kali masuk kemulut terasa tidak
asin lagi. Dan akhirnya hari itu harus menyerah untuk surfing karena waktu berenang
yang dibatasi sampai jam 5.
Batu Karas |
Kemudian
Green Canyon, sebuah tempat hits yang banyak jadi pembicaraan para traveller.
Keindahan tempat ini memang harus
diacungi jempol. Sebuah mahakarya dari sang pencipta. Saya dan teman-teman
begitu bersyukur setidaknya pernah sekali berkunjung kesini. Menggunakan perahu
kami memutari sungai, saya cukup terkesan dengan warna air sungai ini, hijau,
seperti memantulkan cahaya dari pohon-pohon tinggi disekitarnya. Sekitar 15
menit perjalanan menggunakan perahu, kami tiba di sebuah tempat yang banyak orang menyebutnya
‘green canyon’. Luar biasa, perpaduan
alam yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Air yang menetes dari akar-akar
pohon bertahun-bertahun membentuk stalaktit-stalaktit disekitarnya. Air abadi
ini begitu menyegarkan tenggorokan, jika teman-teman berkunjung kesini,
silakahkan cicipi segarnya ‘air abadi’ ini.
Di lokasi
green canyon ini, kami bertemu banyak pengunjung lain, ada yang baru saja
selesai body rafting, ada pula yang hanya seperti kami, mengelilingi green canyon
dengan perahu. Sensasi body rafting tentu lebih beda, dan lebih memacu
adrenalin. Tapi jangan sedih, kita yang hanya menggunakan perahu juga bisa
menguji adrenalin kita denga melompat dari ketinggian 6 meter daru sebuah batu
yang berbentuk seperti jamur. Dijamin, pengalaman disini akan menjadi salah
satu kenangan yang selalu kita ingat sepanjang perjalanan hidup kita.
Meski masih banyak gabut di koperasi, setidaknya kami banyak belajar dari pengalaman 3 minggu disana. Beberapa hari sebelum pulang, kami juga sempat memberikan semangat kepada siswa-siswi di SMK Miftahussalam dengan memberikan seminar perkoperasian. Melihat semangat dan antusiasme mereka membuat kami merasakan kekuatan berbagi. Bahwa pendidikan harus tetap berlanjut, bahwa selama ini hidup kita harus terus belajar.
Seminar Perkoperasian |
Desa Handapherang, akan selalu kami ingat. Disini cerita-cerita sedih dan bahagia kami lalui. Di rumah kontrakan yang sering kekurangan air, yang sering berisik karena kedatangan tamu dari desa sebelah, yang kadang sunyi senyap sibuk di kamar masing-masing. Rumah yang diisi dengan cerita cinta salah satu penghuninya (eaaa), cerita horror saat pernah dimasuki ular, cerita senang saat bisa bareng masak makanan enak.
Ada kalanya juga bahkan keseringan gabut seperti ini:Gabut |
Komentar
Posting Komentar