After Graduation (Part 2)
“Life is either dangerous or boring. It’s
always better to be scared than bored”. Quotes ini terkadang ada benarnya juga,
setidaknya untuk bagi saya yang baru saja berganti status menjadi masyarakat
biasa. Hidup itu antara ‘berbahaya’ atau ‘membosankan’, selalu lebih baik untuk
merasa ‘takut’ dibanding bosan. Melakukan sesuatu tanpa berpikir dan hanya
melakukan hal yang itu-itu saja memang selalu lebih mudah dan menyenangkan.
Kalau istilah kerennya, comfort zone. Seperti banyak disampaikan banyak
orang-orang bijak: we have to
get out from our comfort zone to
the danger zone. And,
my danger zone was just officially begun.
Setelah lulus di bulan Juni dan diwisuda
pertengahan September kemarin, status saya sebagai job seeker genap menjadi dua bulan. Setelah
mencoba apply ke beberapa company vie email, datang ke job fair, dan aktivitas
khas job seeker lainnya, alhamdulillah akhirnya bisa melepas sementara
status job seeker dengan status baru sebagai seorang Intern, di sebuah Non Profit
Organization (NGO) bernama GEPI.
Kalau ditanya GEPI itu apa, saya agak bingung
juga menjelaskan nya. Sederhananya, mungkin bisa dibilang sebagai NGO, dan bisa
juga bisa dikatakan sebagai ekosistem. GEPI bertujuan menciptakan dan membangun
ekosistem Entrepreneurship di Indonesia, dan juga membantu startup yang berada
ditahap early stage untuk berkembang
ke tahap selanjutnya dengan jaringan Mentor, Inkubator, bahkan Investor yang
dimiliki GEPI. Banyak startup-startup populer di Indonesia yang sudah dibantu,
mulai dari startup marketplace, matchmaking, sampai social enterprise. Mentor-mentor
nya pun kualitasnya tidak usah diragukan, bukalapak.com, tokopedia, bridestory,
setipe.com, dan masih banyak lagi. Tentunya juga jaringan investor dan venture
capitalist nya yang luas. Lebih lengkapnya bisa cek di web nya langsung
:D
Ada seorang teman baik yang bertanya begini:
mengapa tidak cari pekerjaan tetap saja? Atau kenapa tidak kembali ke Palu,
bekerja disana, dan membangun kampung halaman? I have my opinion for these kind
questions. Bagi saya semua ada waktunya.
Saya juga percaya bahwa one thing happens
for a reason. Saat ini alhamdulillah ada kesempatan untuk menjalani apa
yang disukai dan saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Terkadang, one chance just happens in one time. We have
to brave to take it. Bagi saya bekerja bukan hanya soal gaji,
tunjangan, dan sebagainya, yang tidak boleh dilupakan adalah self-fullfillment, apakah
menawarkan kita untuk bisa berkembang atau tidak. Bukan hanya soal aset yang
terlihat, tapi juga untangible
asset nya. Tentunya
keputusan-keputusan yang saya ambil ini sudah saya pikirkan jauh sebelum wisuda
kemarin. Akan kemana saya? Apa tujuan besarnya? Those difficult questions that need
depth-think to answer.
Move to Jakarta
Jujur awalnya tidak pernah terpikirkan
akan pindah apalagi kerja di Ibukota. Kota yang baru mendengar namanya saja
sudah terbayang kemacetan dan kerasnya hidup disana. Kota yang tidak pernah
tidur dan orang-orang yang berjalan selalu tampak terburu-buru. Terlambat
sedikit, ketinggalan busway. Salah masuk jalan, harus berputar ke jalan lain
yang lebih jauh. Ya dinikmati saja, nanti juga terbiasa. Lagipula, ini bisa
jadi latihan untuk menempa diri, belajar bertanggung jawab, dan membiasakan
diri beradaptasi dengan tempat asing. Terlalu klise ya, haha.
Sejak bergabung di GEPI sebagai
seorang PR Intern, saya dihadapkan dengan pekerjaan dan rutinitas baru lagi,
juga tentunya dengan orang-orang baru. Jangan bayangkan
tugas Intern disini adalah hal2 remeh kayak bikin kopi, bersih-bersih, atau
fotokopi berkas. First day I came here, tugas-tugasnya langsung nge-handle
partnership nya GEPI! Biasanya saya juga diminta membantu program-program GEPI
yang lain, dan untungnya program ataupun event yang biasa diadakan memiliki
tema yang saya suka. Enjoy dan fun :))
Salah satu tantangan buat saya adalah
kantor GEPI yang berada di salah satu pusat keramaian di Jakarta. Satu
blok dengan GEPI, ada Mall Ambassador, Kuningan City, bahkan Kokas dan Semanggi
tidak begitu jauh. Mau ke Lotte Avenue, tinggal beberapa langkah saja. Karena
itulah, biaya hidup tidak perlu ditanya apakah meningkat atau tidak.
Belum lagi soal 'pertarungan' di busway saat jam pulang kantor. Haha
Setiap pagi di busway, saya
menjumpai banyak kejadian-kejadian unik baik itu dari penumpang maupun
orang-orang yang berada di pinggir jalan. Seperti misalnya tadi pagi, saat
seorang ibu paruh baya yang menolak turun dari busway karena beradu mulut
dengan ibu-ibu lainnya. Walaupun terkadang saya juga lebih banyak merenung di
perjalanan yang memang memakan waktu cukup lama. Pernah terlintas pemikiran,
akan seperti apa hidup yang masa muda nya dihabiskan dengan bermacet-macetan di
jalanan.
Komentar
Posting Komentar