Pemburu Ilmu dan Growth Mindset
Beberapa hari terakhir di penghujung tahun ini, pemandangan langit sore tampak
berbeda. Perpaduan warna oranye dan kemerahan dengan garis-garis awan tak
beraturan mengundang decak kagum siapapun yang menyaksikannya. Aurora sederhana
di langit senja Jakarta beberapa hari terakhir mengingatkan saya dengan koleksi langit serupa beberapa tahun lalu di Bandung. Pemandangan indah yang sama
yang mungkin juga dinikmati teman-teman lain dari sudut berbeda di Indonesia.
Salah satu anugerah dari Allah yang tak terhitung harganya.
Taken from daerah Sabang |
Pergantian dari
siang ke malam bagi sebagian orang mungkin tidak begitu istimewa, sudah biasa
dan memang seharusnya. Hanya sebatas peristiwa sains yang dapat diterima
rasionalitas manusia. Namun, bagi mereka yang percaya peristiwa bergantinya
siang ke malam dan juga sebaliknya adalah bukan hal biasa melainkan salah satu
tanda adanya Sang Maha Mengatur, yang tidak pernah tidur. Keyakinan yang akan
menambah keimanan dan rasa takut mereka kepadaNya. Sungguh begitu banyak
peristiwa yang biasanya kita anggap sederhana tapi sebenarnya tersimpan banyak
pelajaran yang bisa kita ambil. Hal hal yang tampak kecil dan sederhana namun
bernilai besar jika kita melihat dari kacamata dan angle yang
berbeda.
Pertemuan dengan
seseorang yang tidak sengaja yang kemudian kita anggap sebuah “kebetulan”
ternyata membawa kita pada perubahan besar dan membawa kita ke episode
kehidupan kita yang baru. Atau obrolan basa-basi dengan orang baru dikenal di
sebuah acara yang ternyata menjadi awal kita mendapatkan pekerjaan baru, dan
masih banyak contoh-contoh nyata bagaimana menghargai hal sederhana bisa
membawa dampak cukup besar bagi kehidupan.
Adalah sebuah
keharusan untuk bersyukur jika kita masih diberi kesempatan merasakan dan
menikmati hal-hal kecil dan sederhana dalam hidup, keluar sejenak dari
rutinitas dan menghargai setiap hembusan nafas yang diberikan. Tahun ini –one
of my toughest year—saya mendapat banyak pelajaran dari hal-hal kecil yang
ternyata membawa saya ke hal-hal yang “besar”. Tahun pertama bekerja setelah
lulus kuliah, saya ditempatkan disebuah startup di Jakarta Barat tepat
diawal tahun, membawa banyak pelajaran tentang bagaimana fintech yang merubah
gaya berbisnis saat ini. Kemudian juga merasakan sebuah pengalaman berharga
selama di kampung Inggris beberapa bulan yang lalu. Ternyata benar,
the more we know, the more we feel little about the world. Masih banyak ilmu
diluar sana yang perlu kita pelajari, dan yang kita butuhkan adalah antusiasme
dan kerendahan hati untuk terus mencarinya.
Analogi Penuntut
Ilmu
Mengenai Ilmu,
saya jadi teringat ucapan Ust Muhammad Nuzul Dzikri, disalah satu kajiannya
tentang Adab dan Ilmu. Saat itu Ust Nuzul menjelaskan perumpaan yang dibuat
Imam Syafi’i tentang karakter yang harus dimiliki semua penuntut ilmu. Menurut
Imam Syafi’i, bagaimana sikap penuntut ilmu dalam mencari ilmu itu bagaikan seorang
ibu yang kehilangan anak satu-satunya. Sebuah analogi yang hebat, dimana beliau
tidak menggunakan sembarang analogi melainkan ada makna dibaliknya. Pertama,
analogi ibu atau wanita, yang berarti seorang penuntut ilmu harus sadar bahwa
dirinya lemah, kecil dan bersalah. Lihatlah bagaimana seorang ibu
yang kehilangan anaknya, pastilah ia menyalahkan dirinya sendiri. Kedua,
kehilangan anak. Seorang penuntut ilmu haruslah bersikap proaktif, tidak
pasif dalam mencari ilmu. Sama seperti seorang ibu yang akan terus mencari
dan mengejar anaknya yang hilang. Ketiga, analogi anak satu-satunya, yang
berarti penuntut ilmu harusnya mengeluarkan seluruh effort terbaiknya
dalam mencari ilmu, mempertaruhkan dan mengorbankan apapun yang dibutuhkan,
seperti ibu yang kehilangan anak satu-satunya. Sungguh luarbiasa.
Bagaimana usaha
murid ulama-ulama terdahulu dalam belajar, berguru dan menuntut ilmu begitu
luar biasa, jika dibandingkan dengan usaha kita untuk mendapatkan ilmu di zaman
sekarang. Namun dari segi keberkahan dan kebermanfaatan tentu kita sangatlah
jauh dari mereka. Bagaimana semangat dalam berjuang untuk menuntut ilmu patut
ini saja jadi teringat dengan istilah growth mindset, yang dipopulerkan oleh
Carol Dweck, salah satu psychologist ternama, yang ternyata sikap yang
sudah dari dulu dimiliki oleh penuntut ilmu jaman dahulu.
Rezeki Tak Ternilai
Dan diujung tahun 2017 ini, saya sangat beruntung dapat kembali bekerja di sebuah NGO (lagi) yang memberikan kesempatan untuk belajar hal yang
sangat saya senangi, bidang Social Entrepreneurship. Menjadi bagian dari sebuah incubator social
enterprise, UnLtd Indonesia, saya belajar lagi lebih dalam bagaimana sebuah
bisnis bisa menyelesaikan permasalahan lingkungan dan sosial. UnLtd Indonesia dan para incubatees nya percaya bahwa bisnis bukan lagi soal mencari profit sebesar-besarnya, melainkan bagaimana bisnisnya bisa membawa impact yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Sebuah keyakinan yang perlu dipegang ketika banyak yang skeptis apakah tujuan sosial dan tujuan bisnis bisa digabungkan. Disini saya juga mulai belajar bahwa Koperasi adalah salah satu dari begitu banyaknya bisnis model dari social enterprise. Tentunya kesempatan bertemu dengan para founder sosial bisnis ini juga akan menjadi pengalaman berharga yang mungkin bisa menjadi inspirasi dalam mengelola sebuah social enterprise kedepan.
Harapannya semoga ditahun
depan kita semakin semangat untuk terus menuntut ilmu, merasa semakin tawadhu dan beradab baik kepada Allah, manusia dan alam.
Taken from dekat kosan
#menuju2018
|
Komentar
Posting Komentar