Tentang Nasi Bebek
Tidak
terasa, bulan depan akan menjadi satu tahun saya bergabung –dengan tidak
sengaja –disebuah komunitas yang kini regionalnya mulai berkecambah ke seluruh
Indonesia. As I said in my previous post in my Instagram, saya tidak pernah
menyadari sebelumnya bahwa saya akan terus terlibat disini, membantu salah satu
regional Komunitas Arsa. Diawal tahun ini, bahkan, saya sudah mengikuti dua
kegiatan, Sharing and Fun Educating (SAFE) Komunitas Arsa di regional Bandung
dan Jakarta. Dua kegiatan yang punya ceritanya masing-masing. Mungkin akan ada
yang bertanya, untuk apa menghabiskan energy, waktu, tenaga dan tentunya uang,
untuk sebuah kegiatan seperti ini. Jawabannya tidak akan bisa ditemukan jika dilakukan
hanya dengan mengomentari, tanpa ikut terlibat langsung. Just try the journey
and I promise you’ll never regret to it.
Salah
satu gimmick menarik yang ditawarkan di Komunitas Arsa adalah lessons learned
disetiap sesinya. Misalnya di Bandung bulan lalu, ada sesi dimana kami
(volunteer) akan mendapatkan “ceramah” dari salah satu kakak saat akan sarapan
atau makan siang. Cerita-cerita sederhana tentang nilai-nilai kehidupan,
mengingatkan betapa pentingnya menghargai waktu, bekerja keras, dan bersyukur. Ditambah
lokasi SAFE#2 Bandung yang memang sangat meneduhkan hati, membuat cerita-cerita
ini terasa sangat mengena. Di sebuah kampung didaerah Gambung, Ciwidey ini,
hamparan kebun teh dengan daun-daun nya yang sedang bermekaran, Hawa dingin
yang khas, mengundang memori lama di Bandung dengan segala ceritanya. Dan
kemudian terhanyut sebentar dalam nostalgia.
The view from Gambung |
Di
kampung inilah saya bertemu dengan anak kelas 4 di SD, ada banyak nama, namun yang
teringat ada Sarah, Fasya, dan Ari, si ketua kelas. But I just want to share a
little bit about a girl named Sarah, yang darinya saya belajar banyak tentang keteguhan
hati. Tinggal disebuah rumah kecil dengan kakek dan neneknya, karena orang
tuanya yang bekerja di kota Bandung, dan pulang seminggu atau bahkan sebulan
sekali. Sarah selalu minder jika saat istirahat karena disaat itulah waktu makan
siang dimana dia tidak membawa bekal makanan. Sarah minder dengan temannya, bukan cuma
karena bekal, melainkan rambutnya, yang kata kak Dinda –kakak volunteer satu
kelompok –memiliki kutu yang bisa dilihat saat kita dekat dengan dia. Saat
berkunjung kerumahnya, terlihat kakeknya yang tua renta menyapa kami. Kondisi
matanya yang mulai terganggu, membuat si kakek tidak mampu berbuat banyak. Namun,
Sarah tidak menyerah dengan kondisinya, dia tetap bersemangat berjalan kaki ke
sekolah setiap harinya, melawan rasa minder dan ketakutannya akan dunia. Terima
kasih Sarah, untuk pelajarannya 😊
Sarah, Fasya, Ari, dkk |
Pemajun dan Gabus Pucung
Masih
tentang ARSA, cerita selanjutnya hadir saat anak-anak regional Jakarta
mengadakan kegiatan SAFE #2 di salah satu kampung di Bekasi. Saya cukup banyak
mengambil pelajaran, meskipun datangnya kali ini lebih banyak dari warganya,
bukan anak-anaknya. Warga Desa Sukamekar, yang mayoritas adalah suku Betawi,
dengan profesi beragam seperti peternak kambing, petani, dan pe-“majun”. Entahlah ada atau tidak kata “pemajun” ini hahaha.
Intinya pemajun adalah mereka yang membuat kain lap dimana mereka menjahit
kembali kain kain bekas untuk digunakan sebagai lap di pabrik-pabrik dan
bengkel. Saat berkunjung ke salah satu rumah produksi majun ini, saya bertemu
dengan seorang nenek yang tangannya masih lihai menjahit kain-kain bekas ini dengan
mesih jahit. Dengan upah hanya Rp 500,- per kilogram, dan kadang masuk kerja
sabtu –minggu, mereka masih mampu bertahan mencukupi kebutuhan keluarga. Sebuah
perjuangan yang patut diapresiasi :’)
Disini
juga pertama kalinya saya mencoba menikmati masakan khas Betawi, seperti Gabus
Pucung (walaupun rasanya tidak cocok untuk saya), dan goreng garem. Kalau yang
ini recommended untuk dicoba jika suatu saat berkunjung ke daerah ini.
Di
perjalanan pulang ke Jakarta dari kegiatan di Bekasi ini, saya sempat berpikir,
“kok bisa saya terus menerus ketagihan ikut kegiatan seperti ini?”. Dan
jawabannya masih sama: energi positif dan berkumpul dengan like-minded people
seperti teman-teman volunteer ini, dan tentunya bisa melupakan sejenak
rutinitas pekerjaan. Hanya saja saya tidak pernah terpikirkan akan segitunya
sama ARSA. Sama seperti saat saya mencoba memakan nasi bebek untuk pertama kalinya.
Awalnya meragukan karena takut rasanya tidak enak, bau yang amis dan alasan negatif
lainnya. Namun ketika sudah dicoba, malah terus ketagihan sampai sekarang. Ah,
jadi pengen makan nasi bebek jadinya :3
Betawi Boys |
-----
Sesungguhnya,
akan tidak lengkap rasanya jika kita memiliki goal untuk menciptakan social impact
di masyarakat, namun hanya ingin berbuat sesuatu yang besar tanpa mau terlibat
di hal-hal kecil. Beberapa waktu lalu saya belajar tentang Logical Framework
Approach (LFA) dimana kita memetakan problem yang ingin kita selesaikan sampai
ke akarnya, dan menentukan indikator pencapaiannya. Hanya saja, terlalu banyak membuat
indikator tanpa aksi sama saja tidak akan menciptakan impact apapun. Dan teman
teman dikomunitas Arsa mungkin belum memetakan LFA mereka, namun apa yang sudah mereka lakukan telah sedikit banyak berkontribusi untuk membantu
menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia, meskipun masih dalam skala kecil.
Happy 1st anniversary, Komunitas
Arsa!😊
#LiveLive.
Komentar
Posting Komentar