Salah Paham

Ini mungkin akan jadi salah satu post yang paling ga penting, singkat sekaligus ga jelas haha. Ini tentang kesalahpahaman orang-orang selama ini dengan nama Ayi. Jadi jika kalian tidak ingin membuang 5 menit kalian yang berharga—sebaiknya segera close blog ini dan baca atau nonton sesuatu yang lebih bermanfaat hahaha.

Nah sembari menyeruput segelas cafĂ© latte dingin di salah satu kedai kopi di daerah Senopati, Jakarta, di minggu malam yang sendu ini, saya ingin mencoba ‘menjawab’ beberapa hal terkait tentang diriku yang kadang orang salah paham dan juga membuat diri ini (kadang-kadang) jengkel. Kenapa ada 3? ya biar kaya judul artikel-artikel viral hipwee yang nomer 7 nya bikin mencengangkan! Well, makin gajelas. Mari kita mulai saja:

1. Dipanggil mbak Ayi


Ini kesalahan nomer wahid yang juga cukup menggemaskan diri ini. Kebanyakan orang akan menyebut Ayi dengan menyisipkan kata ‘mbak’ di depannya, yang biasanya kebanyakan di WhatsApp, meskipun profile picture nya jelas-jelas foto cowok :(

Tapi tak apa wajar saja, karena memang nama Ayi di Indonesia bisa saja wanita. Bahkan mungkin saja lebih banyak wanita bernama ini. Dan juga nama lengkapku yang berawal ‘Aulia’ semakin menguatkan dan membingungkan apakah orang ini cowok atau cewek. Tak apa, sebelum mereka meminta maaf sudah kumaafkan duluan. Kadang-kadang, seru juga ketika bertemu orang pertama kali langsung menanggapi, “oh cowok toh, kirain cewek hehehe maaf ya mas Ayi”, yang biasanya langsung kurespon “hehe gapapa mbak, udah biasa kok”, sambal senyum-senyum gajelas.

2.  Dikira orang sunda, atau cina.

Kalau yang ini emang pure karena banyak dari kita yang mudah nge-judge orang dari penampilan fisik dan first impression mereka ketika bertemu seseorang. Kenapa bisa dikira orang sunda? Ini karena 4 tahun terakhir tinggal di Jatinangor –dimana populasi manusia disana mayoritas berbahasa sunda –saya juga terbawa bawa berbicara dengan Bahasa ini yang mana menurut orang awam Bahasa sunda saya cukup fluent dan pronunciation nya cukup benar dan mirip orang sunda beneran. Katan mereka, kalau saya ngomong ke mereka, identitas saya sebagai orang Sulawesi itu tidak kelihatan, seperti bukan orang Palu, katanya. Yes, I can do both language with different people and cultures. Kecuali Bahasa bugis sih masih perlu belajar huhuhu. Tapi intinya adalah, I’m not a Sundanese either Chinese. I’m just Indonesian with Buginese blood from my father.

3. Hidup di Jakarta itu (selalu) enak

Nah kalau yang ini saya kurang setuju. Banyak memang teman-teman dan juga kerabat yang menganggap hidup di Jakarta itu selalu diliputi kesenangan duniawi, hidup serba mudah, dan (yang paling nyesek) gaji gede jadi duitnya banyak. Oh, tidak seperti itu, Ferguso :(

Hidup di Jakarta dengan gaji yang ‘cukup’ tidaklah seindah seperti yang antum-antum bayangkan. Memang benar, ada saat-saat semuanya terasa mudah tapi sebenarnya lebih banyak susahnya hahaha (jadi curhat). Bukan susah sih sebenarnya, lebih ke tantangan lebih tepatnya, apalagi dengan segala kemudahan fasilitas, termasuk mudahnya membeli sesuatu apalagi godaan diskon dimana-mana.

But please, don’t see or judge people by their Instagram stories, karena kan mana ada orang yang ingin terlihat ‘susah’ di stories mereka. We didn’t know what’s actually happened in their life,  we do not know the ‘behind the scene’ yang kita tahu selalu indah itu. It is also note to myself too yang kadang masih suka ngebanding2in sama orang lain.
Kalau udah mulai kebawa pemikiran seperti ini, I always told and remind myself on one note from Ust Nuzul: “banyak mengingat Manusia adalah penyebab kegalauan, dan banyak mengingat Allah adalah penyebab ketenangan”. Wallahu’alam

Karena latte nya semakin menipis, kusudahi dulu tulisan malam ini. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah membaca sampai habis :)



Komentar

Postingan Populer