Kamu Kapan?
Ada
hal yang membuat perasaan saya di beberapa minggu terakhir –lebih tepatnya beberapa
minggu setelah lebaran Iedul Fitri kemarin –agak ‘deg-degan’ ketika mengintip timeline
Instagram. Satu per satu post ataupun stories teman-teman
cukup ramai dengan berita pernikahan atau tunangan. Sebenarnya tidak ada alasan
jelas kenapa saya deg-degan, dan biasanya (dibeberapa tahun lalu) melihat seorang
teman menikah adalah hal yang biasa. Namun, ditahun ini agak sedikit berbeda, dengan
begitu banyaknya undangan –dan juga update-an foto mesra kedua mempelai –selain
tentunya membuat diri ini ikut berbahagia, juga mulai terbesit untuk ikut memikirkan
komentar atau pertanyaan –yang sudah cukup membosankan ini: “…Jadi kamu
kapan?”
I
realize that the pressure
at this moment –terutama diumur yang sudah seperempat abad ini –lumayan besar,
but then, jangan sampai pressure dari pihak luar tersebut yang
mendorong kita untuk memutuskan sebuah keputusan besar dengan perasaan emosional
yang sementara, tidak berpikir objektif, tanpa memikirkan konsekuensi jangka
panjangnya. Apalagi sifat tergesa-gesa adalah salah satu sifat dari Syaithan
laknatullah, musuh kita bersama. At this moment, just don’t compare our episode with others. Karena semua orang punya episode hidupnya
masing-masing. Try to separate yourself with this illusional thought:
kalau sudah menikah nanti, masalah-masalah kita akan selesai. Hey man, satu-satunya
hal yang membuat kita bisa terhindar dari masalah hidup selama lamanya adalah kematian.
Bukan pernikahan.
Tapi,
jika memang kita sudah siap –baik mental, nafkah lahir, batin, finansial dan
non-finansial–dan telah selesai dengan urusan pribadi kita, tidak ada lagi
alasan untuk kita menunda anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk menikah, karena pasti didalamnya
terdapat banyak keutamaan dan tidaklah beliau menganjurkan sesuatu selain ada benefit
yang besar didalamnya untuk kehidupan kita baik di dunia maupun di akhirat
(sebaliknya, tidaklah Beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sesuatu kecuali pasti ada keburukan
untuk kehidupan kita didalamnya).
Oh iya, hal yang terpenting dari kesiapan menikah yang perlu dicatat adalah: pastikan kita sudah punya calonnya :)) *iyalah
Saya
percaya setiap orang punya jalan hidup yang sudah ditakdirkan oleh Allah –bahkan 50 ribu tahun sudah dituliskan sebelum kita diciptakan –sehingga tidak
ada alasan untuk merasa tertekan, khawatir berlebihan atau bahkan menyalahkan
keadaan. Ada resiko yang cukup berbahaya jika kita terlalu mencampuri urusan Allah
yang bukan menjadi kapasitas kita, that’s why overthinking is not help us at
all. Biarkan Allah selesaikan tugasNya, sambil tetap berikhtiar dan bertakwa
semaksimal mungkin, dan husnudzon akan janji-janjiNya.
Manage Expectation
Di
akhir tulisan singkat dan semi curhat kali ini, saya ingin mengingatkan diri saya pribadi
untuk selalu me-manage ekspektasi, bahwa dalam hidup kita memang punya
banyak sekali angan-angan, target-target dan keinginan-keinginan terkait harta dan dunia, yang pada akhirnya tidak akan kita dapatkan semuanya. Selalu ingat Hadist Rasululullah berikut, yi:
Dari Abdullah bin mas’ud, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam pernah membuat garis segi 4 kemudian beliau menarik garis lurus ditengah-tengah bangun ruang tersebut sehingga keluar dari persegi 4 itu, lalu beliau membuat lagi beberapa garis-garis pendek yang ada didalam segi 4 itu dimulai dari pinggir2nya. Kemudian beliau bersabda: “garis lurus ditengah adalah manusia, segi 4 itu adalah ajalnya dan garis yang keluar adalah mimpinya, dan garis2 yang di dalamnya adalah masalah-masalah, ujian dan cobaan hidupnya. Jika ia terbebas dari masalah yang menggigitnya dia akan menghadapi masalah yang bisa menerkamnya begitu seterusnya sampai ia bertemu dengan ajalnya” – HR Bukhari
Dari sini jelas bahwa setiap kita (manusia) memang punya banyak angan-angan yang panjang, namun satu hal yang pasti yang akan
memutus angan-angan itu adalah kematian. Kita tidak akan bisa keluar dari
kematian, dan selalu dikelilingi kematian. (Credit to blogger Oelpha untuk poin
ini diambil dari kajian Ust Muhammad Nuzul Dzikri -hafidzahullah)
sebagaimana firman
Allah:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Q.S Ali Imran: 185)
Komentar
Posting Komentar