Perjalanan Pembuka
Setelah hampir setahun tidak pernah hiking lagi, alhamdulillah
tgl 16-18 Agutus lalu, berkesempatan untuk ‘rihlah’ ke salah satu Gunung di
perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur: Gunung Lawu. Dengan ketinggian lebih
dari 3200an meter di atas permukaan laut, banyak hikers yang tertarik
untuk mencoba 'menaklukkan' puncaknya, termasuk kami, 7 orang beginners yang juga ingin melarikan diri dari rutinitas.
Kami memulai perjalanan dari Stasiun Senen sekitar pukul 11 malam, menumpang kereta sampai ke Stasiun Poncol di Semarang. Kami memilih untuk perjalanan Jakarta-Semarang terlebih dahulu menggunakan kereta, kemudian dilanjutkan dengan Semarang-Solo menggunakan bis. Kenapa tidak langsung ambil Jakarta-Solo? Karena saat itu tiket yang sudah habis (padahal sebenarnya ada tapi above normal rate hoho)
Kami memulai perjalanan dari Stasiun Senen sekitar pukul 11 malam, menumpang kereta sampai ke Stasiun Poncol di Semarang. Kami memilih untuk perjalanan Jakarta-Semarang terlebih dahulu menggunakan kereta, kemudian dilanjutkan dengan Semarang-Solo menggunakan bis. Kenapa tidak langsung ambil Jakarta-Solo? Karena saat itu tiket yang sudah habis (padahal sebenarnya ada tapi above normal rate hoho)
Sampai di Semarang, seperti biasa kami memulai hari dengan
menyantap soto segar kartosuro yang lokasinya cukup berjalan kurang lebih 15
menit dari Stasiun Poncol. Dengan harga 10rb-15rb per porsi untuk menu Soto, sudah
termasuk murah karena porsinya yang pas sebagai menu pembuka di awal hari. Kalau
mau nambah sate2an dan gorengan juga ada disini. Ah iya, sayangnya disini teh
hangat tawarnya tidak gratis seperti warung pada biasanya, kita perlu bayar
sekitar 3rb rupiah waktu itu kalau tidak salah.
Singkat cerita, kami melanjutkan perjalanan menggunakan motor menuju
basecamp Cemoro Sewu di daerah Tawangmangu, kurang lebih 1,5 jam dari Karanganyar,
Solo. Ternyata Kabupaten Karangananyar ini cukup luas ya teman-teman, karena perjalanan kami yang hampir
dua jam itu masih tetap di daerah Karanganyar juga. Sekitar pukul 5 sore kami
tiba di basecamp, mendaftarkan diri, beli bakso dan juga re-packing. Di basecamp ini saja udaranya
sudah cukup dingin, terpaksa harus membeli sarung tangan baru disekitar
sini karena dinginnya yang menusuk. Setelah semua siap dan berdoa, kami memulai trekking dengan formasi 3-2-2
dengan 2 wanita ditengah, meskipun pada akhirnya berantakan lagi karena satu
lain hal.
Ada satu kejadian yang cukup memorable saat perjalanan menuju pos
1, saat itu dimana kami sudah berjalan kurang lebih setengah jam, sayup sayup suara
adzan magrib terdengar dari bawah. Kami pun memutuskan untuk shalat dulu (jamak
dengan Isya), di salah satu spot dibawah pepohonan pinus.
Tidak ada yang salah
sebenarnya, saat itu agak susah khusyu karena lapar dan udara yang dingin,
jadilah Imamnya sempat ketuker membaca surah di Al-Qur’an. Selesai sholat, kami
melanjutkan perjalanan dengan penerangan dari headlamp seadanya. Tidak lama setelah
berjalan lagi, salah satu teman kami yang wanita seperti agak kesulitan untuk
membawa tas carrier nya (karena jalannya jadi lambat dan pendiem), padahal doi
tadinya biasa2 saja. I try to not to think yang aneh-aneh karena memang dari
dulu agak acuh tak acuh dengan hal-hal aneh. Akhirnya sampai di Pos 3 –dimana kita
memutuskan untuk ngecamp –ternyata ada sesuatu yang mengikuti teman kami dengan
menumpang di pundaknya! Bagaimana kami mengetahuinya? Kebetulan salah satu
teman kami dalam rombongan punya skill untuk mengetahui hal2 seperti ini.
Anyway, sesuatu apakah itu? Wallahu’alam silakan tebak sendiri.
* ternyata ga berbakat untuk cerita horror, padahal tadinya mau kaya thread
#kknpenari di twitter :pGadget teroooos |
Pelajaran dari cerita sebelumnya adalah, adalah lebih baik untuk
tidak melanjutkan perjalanan dengan kondisi lapar, malam hari dan dengan
rombongan wanita yang akan haid! Better nunggu pagi, atau perut terisi dan
makesure saat maghrib harus break dan berdoa.
Lanjut cerita, malam itu diperjalanan menuju Pos 3, saya tidak bisa
berhenti memuji keMahakuasaan Allah dalam menciptakan langit yang (masya Allah)
luar biasa indahnya. Bintang-bintang yang bertaburan begitu jelas terlihat ditemani
bulan yang saat itu juga seperti tidak mau kalah menampakkan sinarnya. Tentu pemandangan
seperti ini tidak akan bisa kita nikmati di-kota2 dengan polusi cahaya yang
banyak sekali, apalagi Jakarta.
Sebelum puncak Hargo Dumilah |
One thing I found why hiking become addicted for me adalah sensasi
dalam menjalani trekking pos demi pos, dengan suguhan pemandangannya ditambah
cuaca dingin yang bisa kerasa sampai ketulang, menjadi momen yang indah dan
sulit untuk ditinggalkan. Apalagi kalau kita niatnya benar-benar untuk memaknai
ciptaan Allah (baca: Tadabbur) misalnya, melihat langit yang ditaburi
bintang-bintang kemudian mengingat tafsir surat Al Buruj dan At-Tariq tentu bisa
mempertebal keimanan kita padaNya. Atau mungkin bagi yang sedang Lelah mendaki
dengan trek yang sulit, bisa langsung ingat surah Al Balad 10-11, tentang
bagaimana Allah menciptakan jalan yang sukar untuk mencapai SurgaNya. Naik
gunung dengan janji kenikmatan sesaat saja (pendangan puncak diatas awan, langit
bertaburan bintang, dll) saja luar biasa sulitnya, apa iya Surga Allah yang
kenikmatannya kekal bisa diraih dengan jalan yang mudah?
Perjalanan ke Gunung Lawu kali ini ditutup dengan Indah, saat kaki
ini berhasil mencapai puncaknya. Seperti biasa, Lelah mendaki langsung hilang
saat kita melihat keindahan makhluk2 Allah dari atas sini (meskipun lelahnya akan
datang lagi karena harus turun). Di puncak Hargo Dumilah ini banyak sekali
pendaki berfoto-foto dan ada juga yang lagi Upacara 17 Agustus. Keramaian
puncak ini mengingatkan saya dengan puncak Ciremai yang waktu itu juga
sedang ramai bagaikan pasar.
Alhamdulillah, Allah masih kasih kesempatan untuk Rihlah kesini, me-refresh
pikiran sesaat, silaturahmi dengan teman-teman dan paling penting bisa mendapat
pelajaran dari setiap perjalalan. Bagi saya perjalanan ke Lawu kali ini adalah perjalanan
pembuka, sebelum melakukan perjalanan panjang di bulan September ini ke benua
lain. Jika tidak ada halangan, insha Allah ini akan menjadi pengalaman pertama
kali ke Negeri orang dengan jarak 14ribu km lebih dari kampung halaman.
I leave it for now, ya. Insha Allah kalau ada kesempatan I’ll
share another story di perjalanan selanjutnya 😊
Barakallahu fiik.
Komentar
Posting Komentar