YSEALI Story: Fall Season in Providence (Part 2)
Melanjutkan
cerita sebelumnya tentang bagaimana proses saya bisa diterima di program YSEALI academic fellowship di bulan September-Oktober kemarin, kali ini insha Allah akan coba share sedikit
tentang pengalaman, lesson learned, content program, dan ambience
atau suasana kota Providence, tempat saya menimba ilmu beberapa minggu di
Amerika. Sedikit flashback ke tulisan sebelumnya, my point is the importance to have a GRIT and perseverance to achieve a goal. Ganti
strategi yang lebih baik, dan coba lagi. As long as you keep trying, and
believe with what you do, you’ll be there. Insha Allah.
Bersama Brown Fellow - YSEALI Academic Fellowship FALL 2019 |
Anyway,
ada jeda waktu yang lumayan lama dari Part 1 dan Part 2 ini (hampir sebulan
lebih) adalah tanda bahwa semakin sulitnya saya mencari waktu untuk menulis
akhir-akhir ini hahaha.
Saya
mulai dari cerita saat pertama kali menginjakkan kaki di negara ini, masih kuat
diingatan saya ketika pertama kali melewati petugas imigrasi di Bandara di
Storrs, Connecticut, dengan perasaan yang aneh, kemungkinan besar karena
jetlag. Hampir 20 jam lebih berada di udara dengan melewati zona waktu beberapa
kali, membuat circadian rhythm di tubuh saya menjadi aneh. Saat itu kami tiba
sekitar pukul 4 sore, dan langsung menuju hotel yang lokasinya tidak jauh dari
airport. Sore itu rasanya excited sekali karena melihat hal-hal baru pertama
kalinya, suasana dan orang-orang yang asing. There is always a first time
for everything, kalau kata orang.
Senja pertama di Connecticut |
Makanan yang pertama kali saya pesan setibanya disana adalah fish n chips (karena memang ini makanan yang paling aman dari semua menu yang ada), dan langsung tidur di jam 7 malam –so far, jam tidur tercepat selama ini. Matahari disini juga tenggelamnya sekitar pukul 7 dan jam sholat maghrib nya pun 7.30 malam, dan isya sekitar 8.45 malam. Bayangkan adjustment yang harus dilakukan, belum lagi subuh yang sulit sekali untuk bangun karena kita tidak akan mendengar satupun suara adzan disini. Begini ya ternyata rasanya jadi kaum minoritas😊
Program
YSEALI dengan tema Social Entrepreneurship ini sendiri punya 2 host university:
University of Connecticut dan Brown University. Sekitar 42 orang teman-teman
dari ASEAN Countries ini dibagi menjadi 2 group dan ditempatkan masing-masing 21
orang di UConn dan 21 orang di Brown. I’m fortunate enough to be placed at
Brown University, karena belakang daya tau kalau Brown termasuk salah satu
kampus Ivy League, yang juga dikenal dengan Open Curriculum nya, yang
pernah di-mention oleh bapak Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim yang tak laini
adalah alumni dari sini. Brown University sendiri berdiri di kota Providence, di
Rhode Island, salah satu pulai di New England. Lokasinya ditempuh kurang lebih
3 jam dari UConn di Connecticut. Kalau UConn kampusnya cukup jauh dari pusat
perkotaan, dan lebih ke countryside, sedangkan Brown lebih ke city campus
karena sekelilingnya adalah kota Providence yang punya banyak restaurants, café
dan ada mall nya juga yang bisa diakses mudah dengan berjalan kaki.
Historical and Creative City
Satu
hal yang saya sukai dan apresiasi dari Providence selain memang desain dan tata
kota yang ciamik, adalah cara mereka menghargai sejarah. Banyak sekali monumen,
patung dan museum yang bisa kita kunjungi, termasuk sejarah perbudakan
orang-orang hitam disana yang cukup kelam ceritanya. Dan sepertinya bukan hanya
di kota ini, most of cities we visited during this program: Boston, Hartford,
New York, Philadelphia and Washington D.C semuanya punya sejarah yang dikemas
dengan keren, dan mereka sangat bangga dengan sejarah tersebut. Dalam poin ini
saya bisa saja bias, karena memang salah satu pilar program ini adalah History
dimana kita akan mengunjungi cukup banyak museum dan dikenalkan dengan sejarah
di kota-kota yang kami singgahi.
Pertama
kali saya tiba di Providence cukup kaget sebenarnya, bukan karena melihat banyaknya daun-daun maple berwarna merah di musim gugur ini, tapi ketika melihat bendera warna-warni
seperti pelangi (lambang sebuah komunitas) begitu banyaknya dikibarkan di
sudut-sudut kota, cukup membuat saya beristighfar kaget begitu bebasnya negara
ini dengan komunitas seperti ini, tidak terbayangkan bagaimana kalau satu saja
bendera ini dikibarkan di Indonesiaku tercinta hahaha. I love Indonesia.
Salah satu Spot favorit di Providence |
Brown University at Glance
Berada
hampir sebulan di Providence dan mulai terbiasa dengan aktivitas di kampus
Brown membuat saya sadar kenapa pendidikan disini layak dikatakan maju. Bukan
hanya karena open curriculum dimana mahasiswa bebas menentukan subjek
yang ingin dipelajari, tapi juga how diversify the students are, dengan
background, religion yang berbeda-beda dari berbagai belahan dunia berkumpul semuanya
disini menjadi sebuah ekosistem akademik yang unik. Kalau ruang kelas sendiri
jangan ditanya lagi, I love how the professor teach the class, how they interact
each other dan bagaimana mereka berinteraksi, sangat penting untuk punya critical
thinking skill dan berani mengemukakan pendapat. Yang pasif akan sulit
untuk menangkap materi apalagi kalau belum baca pre-reading material nya. Jika
dibandingkan dengan suasana kelas di kampusku dulu tercinta di Jatinangor sana,
yang justru kebalikannya karena yang sering bertanya dan aktif cenderung akan ‘di-bully’
haha.
Brown University - Page Robinson Hall |
Bicara
soal fasilitas, masya Allah di kampus Brown ini super lengkap dan begitu
menunjang mahasiswa nya. Dining hall utamanya ada 2: Sharpe Refectory dan
Verney-Wooley namanya. Menu makanannya super lengkap dan ga ada batesan mau
ambil berapa banyak, dan dibuka saat jam istirahat saja. Dining hall kalau di
Indonesia mungkin sejenis kantin ya. Dining Hall disini keren2 mirip di
film-film seperti Harry Potter saat makan bareng di kampus Hogwarts.
Kalau
saya lebih suka makan di V-Dub atau sebutan lain dari Verney Wooley karena rasanya
lebih cocok dengan lidah asia dan juga karena lokasinya yang satu gedung dengan
Brown Muslim Student Association (BMSA), semacam ROHIS nya mahasiswa Brown.
Disini biasanya kami meminjam ruangannya untuk shalat berjama’ah bersama mahasiswa
lain dan juga sempat Jumatan disini. Bicara soal muslim disini ada perbedaan dari
bagaimana mereka shalat, Jumatan dan lain-lain dibanding mayoritas muslim di
Indonesia, terutama di kampus Brown itu sendiri. Misalnya Jumatan mereka bisa
diikuti oleh kaum wanita, tentunya ini setelah khutbah dan shalat Jum’at, yang
mereka sebut “English Bayaan” dimana seseorang akan menyampaikan nasehat-nasehat
agama dalam Bahasa Inggris. It was a great experience to know muslim with adifferent
style of Ibadah. Saya masih ingat bagaimana herannya saya ketika melihat
imam yang tidak bersedekap tangannya saat setelah takbiratul ihram, menunjukkan
berbagai macam pemahaman yang dibawa mahasiswa2 disini. Insha Allah kalau ada
kesempatan akan lebih banyak cerita soal muslim di US dilain waktu, bukan hanya
yang saya temukan di Providence, tapi juga di kota-kota lain.
Ruangan Brown Muslim Student Association |
Finding Halal Food
Lanjut
soal makanan, sebenarnya memang agak berat kalau mau strict makan yang halal di
Negara yang mungkin definisi halal saja mereka belum clear. Kalau mau aman, kita
bisa makan makanan vegetarian yang banyak tersedia atau menu ayam yang biasa
dijual di resto-resto China. Tapi biasanya jatuhnya gak 100% Halal karena panci
atau penggorengan yang digunakan sudah dicampur dengan pork, atau mungkin
di-sembelih nya juga tidak dengan cara yang syar’i. Wallahu’alam makanya
sering-sering istighfar minta ampun sama Allah. Tapi paling tidak, kita sudah
berusaha mencari yang halalnya terjamin telebih dahulu misalnya seperti makanan
yang ada di restoran India yang menjual nasi Briyani misalnya, atau ke restoran
China yang bisa kita temukan, seperti misalnya waktu di D.C saya ketemu restoran
china namanya New Dynasty dekat Embassy Republik Indonesia yang menjual nasi
goreng Indonesia! Opsi lain juga misalnya bisa ke The Halal Guys yang di
beberapa kota juga ada. Jadi ingat kami berempat selalu nyari Halal Guys dulu di-setiap
kota kami singgahi, pesan size medium untuk 2 orang, biar hemat hahaha. Jangan
lupa bon cabe nya karena rasa makanannya sedikit hambar dibanding masakan di
Indonesia. Terutama orang Sulawesi atau Padang, bawa stok bon cabe yang banyak
deh kalau nanti main ke US!
Nasi Goreng di Restoran China di D.C |
Segitu
dulu cerita Part 2 tentang gambaran singkat kota Providence, bagaimana muslim
disana, dan makanan halalnya. Satu poin yang saya mention diawal yang saya
belum ceritakan detail adalah konten programnya (kurikulum di kelas, community
project dan social entrepreneurship business plan) yang insha Allah kalau ada
waktu akan saya share lagi. Sampai Jumpa!
Komentar
Posting Komentar