Bratislava and Shadow Economy
Belum genap dua pekan sejak tiba di Bukares akhir bulan November kemarin, saya sudah harus melakukan “perjalanan dinas” pertama saya di bulan Desember ini. Padahal masih belum selesai adaptasi dengan perubahan cuaca di Bukares yang sedang menuju musim dingin. Perjalanan pertama di doctoral project ini sifatnya mandatory, karena selain untuk formally kick off the project, juga pertama kalinya kami akan bertemu offline dengan rekan-rekan PhD fellows, supervisor dan partner yang terlibat dalam konsorsium PRESILIENT yang tersebar di 3 kontinen ini. Super excited to finally meet personally teman-teman ESR (early-stage researcher) yang akan membersamai perjalanan beberapa tahun kedepan.
Kota yang dipilih sebagai tempat pertama pertemuan ini adalah Bratislava, capital city nya Slovakia. Kali ini saya bersama professor sekaligus supervisor saya berangkat dari Bukares menuju Austria, kurang lebih 2 jam dengan pesawat, kemudian dilanjutkan dengan bus kurang lebih 1-2 jam sampai kami tiba di bus station di Bratislava. Suasana kota ini rasanya adem, a little bit quiet, dan agak sedikit lebih dingin dari Bukares. Kami langsung menuju ke penginapan dan beristirahat untuk persiapan pertemuan esok hari.
Bratislava di siang hari |
Agendanya di first consortium meeting ini memang adalah perkenalan, karena partner yang terlibat lumayan banyak, ada kurang lebih 14 academic and non academic partners with 15 associated partners yang berbasis di Asia Pacific, Africa dan Latin America. Selain itu juga kami diperkenalkan dengan the state of the art dari informality, konsep yang menjadi fokus dari project ini. Perdebatan soal fenomena informality yang selama ini banyak diteliti dari kacamata economic development (kadang disebut juga grey, shadow, underground economy), dibahas lebih jauh bahwa sebenarnya definisinya tidak sebatas economic phenomenon tapi mulai expanded diteliti di beberapa discipline lain seperti sociology, behavioral, governance, geography dan political economy. Di Indonesia sendiri juga memang hanya beberapa saja study yang saya temukan meneliti informality dari kacamata governance misalnya penggunaan “orang dalam” untuk memuluskan urusan-urusan yang berkaitan dengan negara. Kadang juga dikaitkan dengan corruption, informal governance, bahkan act of resistance dan alternative economy yang mulai banyak movementnya di beberapa negara berkembang.
Suasanya first PRESILIENT consortium meeting |
Balik lagi di Indonesia, dikotomi formal informal memang lebih banyak dibahas dalam disiplin ekonomi, misalnya ketika membhasa sektor informal yang sedang marak (saat ini ada lebih dari 60 persen pekerja di sektor informal menurut data BPS tahun 2023). Juga misalnya tentang banyaknya UMKM kita yang tidak punya legalitas atau badan hukum (yang jumlahnya hampir 90 persen), karena berbagai faktor, misalnya karena ingin menghindari birokrasi yang ribet, atau menghindar dari membayar pajak. Ada juga misalnya fenomena informal parking (tukang parkir) yang marak ditemukan di pusat perbelanjaan atau minimarket, penjual siomay dan street vendors lain yang begitu banyak dan mudah kita temukan di Indonesia. Perdebatan tentang ekonomi informal yang dianggap menjadi buffer ketika terjadi krisis ataukah sesuatu yang perlu dihilangkan juga dibahas dalam materi pengantar di pertemuan ini. Rasanya begitu excited karena akan meneliti tentang topik yang dekat dengan Indonesia ini, sekaligus juga (semoga, in sya Allah) bisa berdampak masif jika policy yang menjadi output kelak berdasarkan evidence-based dan dialog dengan aktor informal.
Semoga ini menjadi awal yang baik untuk perjalanan riset kedepan, in sya Allah will regularly write and share about the progress, finding and journey in this PhD program :)
Komentar
Posting Komentar